3/15/2012

REKRUITMEN CALON GUBERNUR / WAKIL GUBERNUR MALUKU DALAM PEMILUKADA 2008

Oleh : Drs. Jusuf Idrus Tatuhey, MS
(Dimuat di Harian Global 5 Desember 2007)

Sejak diundangkannya UU No 32 tahun 2004 yang  diubah dengan UU No. 8 tahun 2005 jo  PP Nomor 6 tahun 2005 yang diubah dengan PP No. 17 tahun 2005 dan PP No. 25 tahun 2007, KPU Provinsi dan KPU Kab./Kota yang dibentuk berdasarkan UU No. 12 tahun 2003, yang oleh UU No. 32 tahun 2004 disebut Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) diberi wewenang khusus  untuk menyelenggarakan pemilihan Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah (Pilkada) secara langsung mulai dilaksnakan sejak April 2005. 
Pemilihan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah secara langsung telah menempatkan partai politik pada posisi yang sangat strategis. Dukungan partai politik atau gabungan partai politik amat menentukan apakah pasangan calon dapat memenuhi syarat untuk didaftarkan ke KPUD atau tidak sekalipun secara administrative persyaratan personil pasangan calon terpenuhi. Pertanyaannya, apakah hanya dengan memenuhi persyaratan administrative calon dan pemenuhan persyaratan dukungan partai/gabungan partai, calon yang diajukan dapat memenuhi harapan untuk membentuk sebuah pemerintahan daerah yang baik dan bersih (good governance and clean government)  ? Tulisan ini mencoba membedah masalah dimaksud.
Syarat mencalonkan
Untuk dapat mengajukan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah, partai politik atau gabungan partai politik harus memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15 % dari akumulasi perolehan suara sah pada pemilihan umum anggota DPRD pada daerah tersebut. Provinsi Maluku, sebagai sebuah daerah pemilihan (DP) dimana DPRD Provinsi Maluku hasil pemilu 2004 yang berjumkah 45 kursi, partai atau gabungan partai yang memenuhi persyaratan 15 % dari 45 kursi = 6,75 (dibulatkan keatas jadi 7 kursi) dapat mengajukan calon Gubernur/Wakil Gubernur.       Dengan persyaratan
15 % jumlah kursi tersebut, maka hanya partai Golkar yang meraih 11 kursi dan 10 kursi yang diraih PDIP, dapat mengajukan calon Gubernur/Wakil Gubernur tanpa bergabung dengan partai lain. Kecuali kedua partai tersebut, partai yang akan mengajukan calon harus bergabung dengan partai lain hingga mencapai minimal 7 kursi. Sebaliknya jika menggunakan persyaratan 15 % dari akumulasi perolehan suara sah, maka gabungan partai yang akan mengajukan pasangan calon harus memenuhi persyaratan 15 % dari 639645 suara sah (KPU Provinsi Maluku, Berita Acara Rekapitulasi Penghitungan Suara Pemilu 2004), yaitu 97.947. Bagi partai yang tidak mencapai 7 kursi dapat menempuh 3 cara yaitu; pertama, bergabung dengan 1 (satu) atau lebih partai sehingga mencapai minimal 7 kursi; kedua, jika tidak bisa mengajak partai lain yang memiliki kursi di DPRD untuk bergabung, partai tersebut dapat bergabung dengan partai-partai yang mendapat suara pada Pemilu 2004 namun tidak memenuhi persyaratan sebuah kursi di DPRD sehingga mencapai minimal 97.947 suara untuk mengajukan pasangan calon.  Dalam hal ini, partai yang memiliki kursi harus mengkonversinya ke jumlah suara yang diraih pada Pemilu 2004 kemudian ditambah dengan akumulasi suara partai yang bergabung untuk memenuhi persyaratan jumlah suara dimaksud; atau ketiga,  partai politik yang tidak memperoleh kursi di DPRD Maluku bergabung sehingga memperoleh jumlah 15 % dari jumlah suara sah pada Pemilu 2004 yaitu 97.947 suara untuk mengajukan  pasangan calon Gubernur/Wakil Gubernur.
Perlu diingatkan bahwa selain Partai Golkar dan PDIP, untuk dapat mengajukan pasangan calon Gubernur/Wakil Gubernur Maluku, partai politik peserta Pemilu 2004 di Maluku secara sendiri-sendiri tidak dapat memproses dan mengajukan calon Gubernur/Wakil Gubernur karena memang tidak memenuhi syarat pengajuan calon. Bagi mereka yang ingin mencalonkan diri sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku diharapkan memahami peraturan perundang-undangan yang mengatur mekanisme percalonan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.
Siapa yang dicalonkan?
Pemilihan Umum Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah secara langsung oleh rakyat yang menghabiskan anggaran milyaran rupiah tentunya bertujuan mendapatkan sosok calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang tidak sekedar memenuhi persyaratan formal administrasi dan dukungan partai akan tetapi harus mampu memimpin penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Dan ini akan terwujud jika pasangan calon kepala daerah memiliki tingkat integritas pribadi yang terpuji serta pengetahuan dan pengalaman yang memadai untuk membangun sebuah pemerintahan daerah yang bersih dan kuat (a strong and clean local government). Disinilah dibutuhkan proses penjaringan calon yang tidak asal jadi akan tetapi harus benar-benar mengikuti mekanisme yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. UU Nomor 32 tahun 2004 menyebutkan bahwa partai politik atau gabungan partai politik wajib membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi bakal calon perseorangan yang memenuhi syarat dan selanjutnya memproses calon tersebut melalui mekanisme yang demokratis dan transparan. Dalam proses penetapan pasangan calon, partai politik atau gabungan partai politik wajib memperhatikan pendapat dan tanggapan masyarakat. Di samping itu, kini sedang digodok peraturan yang membolehkan tampilnya calon  perseorangan dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah yang dapat diajukan oleh sekelompok masyarakat diluar partai politik- sejak berlakunya UU No. 22 tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, pemilihan  Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah (Pilkada), berubah makna menjadi Pemilhan Umum Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah (Pemilukada) - yang diharapkan selesai awal tahun 2008 yang akan datang.
Kenyataan Empiris.
Sepanjang yang dapat diamati secara empiris, proses penjaringan calon yang kini sedang gencar-gencarnya dilakukan oleh  partai politik terkesan cukup tranparan dan demokratis. Namun persyaratan pengajuan calon oleh partai politik yang tidak memenuhi 15 % kursi (7 kursi pada DPRD Maluku) seperti dikemukakan belum sepenuhnya dilaksanakan. Seharusnya partai politik tersebut melakukan koalisi  hingga memenuhi pesyaratan 15 % baru mengumumkan pembukaan pendaftaran calon seperti yang dilakukan oleh Koalisi Maluku Bersatu pimpinan Saleh Wattihelu dari PBB.  Pasangan calon Gubernur/Wakil Gubernur tidak perlu memaksakan diri untuk mencalonkan diri melalui partai politik yang tidak memenuhi syarat, karena meskipun ditetapkan sebagai calon Gubernur/Wakil Gubernur oleh partai yang besangkutan, namun pada akhirnya tidak bisa diproses lebih lanjut, kecuali nama pasangan calon yang ditetapkan sama dengan nama pasangan calon yang diajukan oleh partai atau gabungan partai yang memenuhi syarat 15 % baik kursi maupun suara sah. Telah umum diketahui bahwa untuk menggunakan partai politik sebagai kendaraan menuju kursi Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, apalagi bagi kandidat yang bukan kader partai, harus merogo kantong yang berbunyi milyaran rupiah, suatu jumlah yang cukup fantastis. Memang itulah  political cost  bagi pengejaran sebuah jabatan politik yang prestigious untuk kurun waktu tertentu.   
Di sini nilai bargaining position menjadi kuat dan tinggal memasang beberapa tarif sewa kendaraannya. Money politics kah ini ?. belum tentu, karena UU tidak jelas mengaturnya. Namun yang pasti ongkos sewa kendaraan yang dipatok si pemilik kendaraan cukup lumayan. Bahkan bisa menyewakan kendaraannya dalam waktu yang sama untuk lebih dari satu penyewa (baca : kandidat), walaupun disadari bahwa itu melanggar aturan.
Jika calon kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak memahami mekanisme dan peraturan pencalonan  secara baik, jelas ia akan menjadi sapi perah, dan akan gigit jari, karena ia sendiri belum tentu lolos sebagai calon. Untuk mendapatkan sosok pemimpin pemerintahan daerah yang kredibel dan akseptabel, tentunya kita sangat mengharapkan adanya mekanisme rekruitmen calon yang transparan, jujur dan akuntabel, sehingga terjaring calon-calon Gubenur/Wakil Gubernur yang jika terpilih akan mampu membangun sebuah pemerintahan daerah yang kuat, bersih, dan aspiratif, dan bukan sebuah pemerintahan daerah yang dipimpin oleh pemimpin yang bergaya aristokrat dan hanya duduk di belakang meja, tidak tahu apa yang dialami rakyat yang dipimpinnya . Akibatnya, tujuan otonomi daerah untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat dan membina demokratisasi di daerah hanya sebuah utopia, serta ujung-ujungnya akan menyengsarakan rakyat, si pemilik kedaulatan itu. Mudah-mudahan partai politik yang berhak mengajukan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak terlena dengan lambaian rupiah dihadapannya serta rakyat - si pemilik kedaulatan itu - tidak terbujuk rayuan maut dalam menentukan pilihannya akan tetapi memilih menuruti hati nuraninya. Sekali keliru menentukan pilihan, akibatnya akan dirasakan untuk lima tahun berikutnya, dan sudah barang tentu tekad untuk menciptakan good governance dan clean government hanyalah sebuah impian belaka. Wallahualam.
*) Penulis adalah Magister Ilmu Politik dan Lektor Kepala  pada FISIP Unpatti, Ambon.

TAMAN WISATA PANTAI BATU PINTU

Surga Bahari yang Dikenal Hingga Manca Negara
Oleh: Dean Almendo

TAMAN Wisata Pantai dan Hutan Mangrove “Batu Pintu” mulai dikerjakan pada Juni 1999 saat masih konflik. Ketertarikan Julianus Leuwoul pada bidang perikanan khususnya budidaya ikan kolam dan mangrove, berawal dari pengalamannya sebagai petani andalan Maluku. Bagi Leuwoul, budidaya ikan kolam (Tambak) ibarat sebuah “Tagalaya”, artinya bukan lautan luas yang penuh ombak, namun “Kolam Susu” yang mempermudah para nelayan untuk mendapatkan ikan komsumsi pada setiap saat walaupun musim ombak. Itulah yang terus berikan motifasi baginya untuk membuat budidaya ikan kolam (Tambak) yang terletak di Desa Haria, Kecamatan Saparua, Kabupaten Maluku Tengah.
Ketika ditanya awal pembuatannya, dengan penuh tawa Leuwoul menceritakan bahwa kondisi konflik social yang melanda Maluku saat itu, banyak warga yang tidak bisa beraktifitas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Leuwoul akhirnya merangkul sejumlah pemuda-pemuda Desa Haria untuk bersama membangun tambak ikan itu.

Dengan upah Rp.6.000 per hari sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Dinas Tenaga Kerja, Leuwoul bersama mereka mulai bergerak membangun tambak yang terletak persis di tepian pantai Teluk Haria. Dari 100 pemuda yang rencananya dipekerjakan, ternyata diluar dugaan yang hadir mencapai 300-an orang. Akhirnya, rencana pembuatan tambak bisa selesai hanya dalam kurun waktu 1 bulan, dari 3 bulan yang diprediksi sebelumnya.
Kini, tambak hasil kerja keras Leuwoul sudah mencapai luasan 6 hektar, dengan total sekitar 40 jenis ikan dan kepiting, penyu dan belut laut. Jenis ikan yang mendominasi tambak itu adalah jenis ikan Kerapu, dan Baronang.
Tambak itu sendiri menurut tokoh yang pernah dua kali mencalonkan diri sebagai Calon Raja Haria itu, lebih difokuskan sebagai sarana edukasi. Dimana banyak sekolah dan mahasiswa yang manfaatkan untuk melakukan penelitian serta wisata pendidikan untuk menunjang kurikulum sekolah dan kampus.
Namun Leuwoul juga melayani para pembeli yang datang langsung ke tambak, bahkan jika pasokan ikan di Kecamatan Saparua berkurang, ikan-ikan yang dibudidaya olehnya juga dijual di pasar-pasar tradisional. Tapi sejuah ini, tambak tersebut lebih banyak dijadikan sebagai sarana edukasi dan wisata pantai.
Beberapa sekolah dari Ambon pernah melakukan kunjungan, diantarannya SD Negeri 2 Tanah Tinggi, SD A1 Belakang Soya, SMP Negeri 9, SMP Negeri 12 Ambon, dan masih banyak lagi sekolah lainnya. Tujuan kedatangan sekolah tersebut tak lain untuk melakukan praktek dan penelitian tentang jenis ikan dan cara membudidaya.
SUKA DUKA
Untuk menunjang hobbynya itu, tak bisa dipungkiri Leuwoul masih terkendala dengan persoalan biaya, dan bahan baku. Menurutnya, pembudidayaan ikan kolam memerlukan lumpur yang akan dipadatkan sebagai bakal pembuatan pematang.
Mengingat kondisi Desa Haria yang sulit mendapatkan lumpur sekalipun banyak hutan mangrove, Leuwoul mengantinya dengan batu yang diambil dari darat bukan dari laut, sehingga batu laut tetap utuh dan terjaga untuk kelangsungan hidup biota-biota laut.
Khusus masalah biaya, Leuwoul pernah disantuni sedikit dana dari Dinas Pariwisata Provinsi Maluku untuk pembuatan MCK di lokasi tambak. Sementara bantuan dari Dinas Pariwisata Kabupaten Maluku Tengah, diberikan bantuan untuk pembuatan kolam renang anak-anak yang letaknya persis di pintu masuk lokasi.
Setiap harinya Leuwoul harus menguras kantongnya sendiri untuk membeli pakan ikan. Sementara bibit ikan dibelinya dari nelayan sekitar, semuanya itu tidak pernah melunturkan semangatnya untuk meneruskan hobbynya itu. Bahkan keluarganya pun sudah menetap di lokasi tambak hampir 12 tahun ini.
BUDIDAYA HUTAN MANGROVE
Selain tambak, Leuwoul juga menjaga kelestarian hutan Mangrove yang ada disekitar lokasi tambak. Hingga kini, sudah 10 hektar hutan Mangrove yang berhasil dikembangkan Leuwoul sampai saat ini. Mangrove itu Nampak subur, dan ada sudah memproduksi buahnya untuk kembali dilakukan proses pembibitan bibit Mangrove yang baru.
Dirinya sangat mengharapkan adanya campur tangan pemerintah Provinsi Maluku dan Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah agar budidaya ikan kolam (Tambak) serta hutan mangrove bisa terus dilestarikan.
RINDU KEHADIRAN GUBERNUR MALUKU
Disela-sela wawancara, rupanya Leuwoul menyimpan suatu kerinduan yang selama ini dipendamnya dan belum bisa terwujud. Ketika ditanya apa kerinduannya itu, Leuwoul dengan lantang menyebut bahwa dirinya selama ini sangat merindukan kehadiran Bapak Gubernur Maluku, Karel Albert Ralahalu untuk dapat meluangkan waktunya mengunjungi lokasi tambak dan hutan mangrove miliknya.
Dan kerinduan inipun pernah disampaikan kepada Ketua Sinode GPM, Pdt. Jhon Ruhulessin saat berkunjung kesana. “Pa Ketua pernah kesini untuk pancing. Dan beliau mendapatkan ikan yang besar saat itu. Kesempatan itu saya sampaikan kepada Pak Ruhulessin untuk sekiranya dapat menyampaikan pesan saya kepada Bapak Gubernur Maluku, kalau diperkenankan sekiranya Bapak Gubernur dapat mengunjungi lokasi tambak dan hutan mangrove ini,” ungkapnya dengan rendah hati sambil memohon.
JADI ICON WISATA PANTAI/MANGROVE DI KECAMATAN SAPARUA
Sejak dibangun hingga saat ini, tambak dan hutan mangrove Batu Pintu milik Leuwoul sudah dikunjungi ribuan pengunjung, baik pengunjung lokal hingga dari manca Negara. Untuk tahun 2011 kemarin berdasarkan buku tamu yang ada, tercatat hampir dua ribu pengunjung yang sudah menginjakan kaki di lokasi Tambak dan Hutan Mangrove Batu Pintu.
Dirinya mencontohkan, jika turis asing yang ingin ke tambak itu, jelas harus melalui Ambon, menginap di Hotel serta menggunakan jasa transportasi menuju ke Desa Haria untuk ke tambak Batu Pintu. “Jelas ada perputaran uang terjadi di Kota Ambon, dan ini sangat menguntungkan khususnya peningkatan ekonomi masyarakat,” jelasnya.
Tak tanggung-tanggung turis dari 14 negara yang mengujungi, dan kebanyakan turis dari Belanda. Uniknya, semua pengunjung diabadikan namanya pada dinding-dinding di sekitar tambak. Cara ini dilakukan Leuwoul setelah terinspirasi dengan berbagai ukiran sejarah yang ditorehkan di lokasi dan tempat yang pernah disinggahi.
“Seorang pendaki gunung ketika berhasil mencapai puncak, tentu saja mereka akan menancapkan bendera negaranya, atau benda lain sebagai tanda bahwa dia perna menaklukan gunung itu. Hal inilah yang saya buat dengan menuliskan seluruh nama para pengunjung di setiap dinding dan sudut lokasi tambak ini,” jelasnya.
HARAPAN
Diakhir komentarnya Leuwoul sangat berharap adanya uluran tangan pemerintah, baik Provinsi maupun kabupaten untuk dapat menunjang pelestarian tambak dan hutan mangrove itu. Apalagi kini bukan menjadi rahasia lagi, lokasi wisata yang dikelola dengan susah payah itu sudah menjadi sarana edukasi dan percontohan bagi generasi muda Maluku. (G04)

KONSERVASI DI KOTA AMBON

Oleh; Max Paliama
PULAU Ambon secara geografis terletak pada posisi 30 - 40 Lintang Selatan dan 128- 1290 Bujur Timur, dimana secara keseluruhan wilayah daratan Kota Ambon berbatasan dengan Kabupaten Maluku Tengah. Iklim di Kota Ambon adalah iklim tropis dan iklim musim, karena letak Pulau Ambon dikelilingi oleh laut. Karena itu kondisi iklim sangat dipengaruhi oleh  lautan dan berlangsung bersamaan dengan iklim musim yaitu musim Timur atau Tenggara. Pergantian musim selalu diselingi oleh musim pancaroba yang merupakan transisi dari kedua musim tersebut. Wilayah Kota Ambon sebagian besar terdiri dari daerah berbukit yang berlereng terjal seluas ± 186,90 km2 dan daerah daratan dengan kemiringan sekitar 10% seluas ± 55 km2 atau 17% dari luas seluruh wilayah daratan. Kota Ambon memiliki beberapa gunung dan diantaranya yang tertinggi adalah gunung nona. Gunung Nona merupakan salah satu gunung yang tertinggi di Pulau Ambon dengan ketinggian 600 M’ dpl dan merupakan wilayah Konservasi hutan dimana setiap tahunnya dilaksanakan reboisasi, ini disebabkan Gunung Nona merupakan salah satu penyimpanan air untuk keperluan masyarakat di Kota Ambon.
Berdasarkan hasil survey secara visual, maka kawasan Gunung Nona terdapat beberapa palung yang dapat dipergunakan untuk membangun bangunan-bangunan konservasi yang nantinya akan meningkatkan debit air yang berada di Wainitu dan sekitarnya juga dapat mensuplai kebutuhan air untuk pertanian di daerah Gunung Nona. Air merupakan sumber kebutuhan utama bagi kehidupan manusia. Dalam era sekarang ini banyak kita yang kurang menyadari akan pentingnya pelestarian alam/lingkungan seperti perambahan hutan sehingga tidak adanya resapan air dan lain sebagainya, padahal sesungguhnya hutan itu sendiri merupakan tempat penyimpanan air dan tempat untuk berkembang biak makluk hidup lainnya. Seiring dengan makin pesatnya pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali dan menyebabkan kebutuhan akan lahan untuk pemukiman, maka banyak masyarakat yang membuka lahan baru untuk dijadikan ladang maupun pemukiman di daerah hulu/gunung di sekitar Kota Ambon terutama di hulu sekitar kawasan Gunung Nona.
Akibat dari rusaknya daerah hulu yang telah beralih fungsinya, maka pada saat turun hujan tidak lagi tertahan oleh tumbuhan atau hutan sehingga air hujan langsung terbuang ke laut, sehingga sangat sedikit volume air yang dapat meresap ke dalam tanah/bumi Kota Ambon dan berakibat pada volume air tanah berkurang, sedangkan kebutuhan masyarakat akan air bersih semakin meningkat. Secara Hidrografi, kondisi sungai di kota Ambon relative pendek, dan kemiringan dasar sungai dari hulu sangat curam akibatnya pada saat terjadinya hujan air hujan langsung mengarah ke laut, untuk itu bangunan-bangunan pengendali atau konservasi di bagian hulu perlu diadakan. Jenis bangunan yang dibutuhkan antara lain, chek dam untuk mengurangi kecepatan air yang disebabkan oleh kemiringan dasar sungai yang curam, juga waduk/situ yang berfungsi untuk menampung air hujan sebagai sumber air permukaan, pengendalian banjir dan juga sekaligus sebagai konservasi.
Seiring dengan laju tingkat pertumbuhan penduduk di kota Ambon, maka secara otomatis kebutuhan akan air bersih semakin meningkat, dilain sisi antara laju pertumbuhan penduduk dengan ketersediaan air yang ada semakin lama semakin tidak seimbang antara volume air yang tersedia dengan kebutuhan manusia/makluk hidup lainnya akan air bersih, karena itu dibutuhkan tambahan sumber-sumber air baku yang memadai yang berfungsi sebagai penambahan penampung air sebagai sumber air permukaan maupun sebagai bangunan yang berfungsi untuk menahan air hujan namun pada saat musim kemarau terjadi resapan secara alamiah kedalam tanah, agar mengisi kembali sumber-sumber air tanah.
Dengan alasan – alasan tersebut diatas dan dipandang sebagai alasan yang sangat mendesak untuk dilakukannya pembangunan bangunan-bangunan konservasi di daerah hulu di sekitar Kota Ambon, guna menahan air hujan agar bisa tertampung dan air hujan tidak terbuang sia-sia. Dengan dibuatkan sumber-sumber air permukaan, maka secara otomatis pemanfaatan air yang selama ini cenderung dengan memakai sumber air tanah/pengeboran sumur air tanah dapat dieliminir dan daerah hulu Gunung Nona dan daerah-daerah hulu lainnya yang selama ini kesulitan akan air bersih, diharapkan akan terlayani dengan baik. (*)

3/14/2012

Format Keterwakilan Daerah Ditengah Realitas Dan Harapan

Catatan Kritis Keberadaan Dewan Perwakilan Daerah

Cikal Bakal Pembentukan
Pasca amandemen UUD 1945, fondasi ketatanegaraan Indonesia mengalami perubahan yang sangat fundamental. Salah satunya munculnya suatu lembaga baru dalam sistim perwakilan rakyat (parlamen) yakni Dewan Perwakilan Daerah atau DPD.  Secara filosofis, kehadiran DPD sebagai salah satu lembaga perwakilan selain Dewan Perwakilan Rakyat tidak dapat dilepaskan dan merupakan tuntutan dari terselenggaranya sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih mengedepankan asas otonomi dan tugas pembantuan. Kehadiran Dewan Perwakilan Daearah (DPD) sebagai lembaga baru hasil perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan konsekuensi dari perubahan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sekaligus sebagai upaya untuk mengoptimalkan dan meneguhkan paham kedaulatan rakyat yang selama ini berada pada Majelis Permusyawaratan Rakyat. Perubahan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ini pun dengan sendirinya menegaskan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat bukan satu-satunya yang melaksanakan kedaulatan rakyat. Rumusan Pasal 1 ayat (2)  Undang-Undang Dasar 1945 berbunyi: ”Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan menurut Undang-Undang Dasar”, Penegasan ini dimaksudkan bahwa kedaulatan rakyat yang pelaksanaannya diserahkan kepada badan/lembaga yang keberadaan, wewenang, tugas dan fungsinya ditentukan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta bagian mana yang langsung dilaksanakan oleh Rakyat. Dengan kata lain, pelaksanaan kedaulatan rakyat tidak diserahkan kepada badan/lembaga mana pun, tetapi langsung dilaksanakan oleh rakyat itu sendiri melalui pemilu.
Implementasi dari pelaksanaan prinsip kedaulatan rakyat di atas, maka dilakukan dalam bentuk pemilihan langsung Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Hal ini dapat dilihat dalam Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B yang memberikan penekanan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan hubungan pusat dan daerah dilaksanakan dengan sistem otonomi luas. Untuk menjaga dan menindaklanjuti kepentingan daerah dalam pengambilan kebijakan di pusat, maka diperlukan lembaga yang memiliki eksistensi dan kedudukan serta fungsi yang dapat menjembatani kepentingan daerah. Keberadaan DPD itu sendiri adalah merupakan salah satu upaya restrukturisasi kelembagaan MPR terkait dengan tuntutan otonomi daerah.
Implementasi Kedaulatan Rakyat Dan Upaya Mendorang Demokratisasi
Dalam kebanyakan literatur, secara sederhana demokrasi dapat difahami sebagai bentuk pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk dakyat. Dengan demikian demokratisasi dapat diartikan sebagai suatu proses yang mengarahkan agar pemerintahan  yang sedang berjalan secara sensitif dapat menangkap aspirasi, melibatkan partisipasi, dan mengutamakan kepentingan rakyat dari pada kepentingan penguasa. Rakyat ditempatkan sebagai domain utama dalam pengertian demokrasi karena pada dasarnya mereka (rakyat) adalah pemegang kedaulatan tertinggi dalam sebuah negara. Secara lebih dalam, berbicara tentang demokrasi pada dasarnya tidak hanya mengenai teori tentang cara-cara yang dimungkinkan untuk mengorganisasikan pemerintahan oleh rakyat, tetapi juga filsafat tentang bagaimana cara terbaik membangun pemerintahan
Dengan hadiranya DPD seyogyanya diharapkan akan mampu untuk menjembatani berbagai kebutuhan dan kepentingan politik daerah di pusat yakni dalam hal pelaksanaan otonomi daerah dengan memperhatikan asas otonomi dan tugas pembantuan, olehnya itu maka dengan dibentuknya DPD, maka paling tidak diharapkan pertama memperkuat ikatan daerah-daerah dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan memperteguh persatuan kebangsaan seluruh daerah; kedua, meningkatkan agregasi dan akomodasi aspirasi dan kepentingan daerah-daerah dalam perumusan kebijaksanaan nasional berkaitan dengan negara dan daerah; ketiga mendorong percepatan demokrasi, pembangunan dan kemajuan daerah secara serasi dan seimbang. Berangkat dari prespektif itulah, maka terlihat bahwa keberadaan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dan otonomi daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5) berjalan sesuai dengan keberagaman daerah dalam rangka kemajuan bangsa dan negara serta merupakan landasan filosofis yang memberikan kerangka yuridis pembentukan lembaga DPD
Sesuai dengan UUD 1945, bahwa kekuasaan Negara Kesatuan Republik Indoneia diselenggarakan berdasarkan kedaulatan rakyat yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam kehidupan demokrasi, perlu dibentuk lembaga permusyawaratan dan perwakilan rakyat guna menjamin tegaknya kedaulatan rakyat, dan mampu memperjuangkan kepentingan rakyat dan daerah secara adil dan beradab. Sesuai dengan perkembangan politik bangsa, maka dilakukannya perubahan UUD 1945 antara lain menghapus keanggotaan MPR, Utusan Daerah dan Utusan Golongan. Sebagai kosekuensi amandemen tersebut, untuk, mewujudkan kedaulatan rakyat dibentuk lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang anggotanya terdiri atas Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang dipilih melalui pemilihan umum (pemilu).
Butuh Kerendahan Hati Penguasa
Ditengah – tengah tuntutan serta krisis kepercayaan terhadap berbagai kebijakan pemerintah dan wakil rakyar terhadap sistim pemerintahan dan pelaksanaan otonomi daerah, sah – sah saja jika kemudian desakan untuk membentuk perwakilan daerah dalam parlamen guna menjembatani kepentingan lokal daerah semakin kuat mengalir, sehingga berbagai kebijakan politik negara akan dapat memperhatikan berbagai aspirasi dan kepentingan daerah. Walaupun disadari pula bahwa pembentukan DPD belum sepenuhnya maksimal, namun hal ini harus pula dilihat sebagai bentuk kerendahan dari dari penguasa (pemerintah).
Secara teoritis, berdasarkan hasil amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka dengan kehadiran DPD telah mewujudkan sistem perwakilan dua kamar (bikameral) dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Terhadap hal tersebut di atas, maka menimbulkan ketidakpastian secara yuridis berkaitan dengan sistem perwakilan dua kamar (bikameral). Padahal gagasan pembentukan DPD adalah merupakan upaya merestrukturisasi parlemen di Indonesia dengan sistem bikameral. Hal ini pula yang menimbulkan pertanyaan secara berkaitan dengan kedudukan DPD dalam sistem ketatanegaraan Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai tindaklanjut dari Pasal 22C dan Pasal 22D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengaturan dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Dewan Perwakilan Daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Secara umum terlihat bahwa hasil perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kehadiran DPD telah mewujudkan sistem perwakilan dua kamar (bikameral) dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Terhadap hal tersebut di atas, maka menimbulkan ketidakpastian secara yuridis berkaitan dengan sistem perwakilan dua kamar (bikameral). Padahal gagasan pembentukan DPD sebagai upaya restrukturisasi parlemen di Indonesia dengan sistem bikameral. Hal ini pula yang menimbulkan pertanyaan secara berkaitan dengan kedudukan DPD dalam sistem ketatanegaraan Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia saat ini, DPD memiliki kedudukan yang tidak jelas. Apalagi pengaturan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berkaitan dengan DPD tidak diatur secara komprehensif dan sangat sumir sebagaimana tertuang dalam Pasal 22C, Pasal 22D, Pasal 23E ayat (1), dan Pasal 22F ayat (2) ataupun berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. DPD sama sekali tidak memiliki kekuasaan apapun, selain hanya memberikan pertimbangan, usul, ataupun saran kepada DPR sebagai lembaga yang memutuskan, baik dalam bidang legislatif maupun pengawasan. Kewenangan DPD berkaitan dengan penyelenggaraan otonomi daerah yang sebatas memberikan pertimbangan pun menampakkan kelemahan fungsi DPD karena tidak dapat memperjuangkan kepentingan daerah dan sebagai lembaga bargainning terhadap kemungkinan pertimbangan DPD yang tidak dilanjuti oleh DPR.
Apalagi rancangan undang-undang yang tidak sesuai dengan kepentingan daerah tidak dapat dibatalkan oleh DPD dengan menggunakan hak veto, sebagaimana dipraktekkan dalam sistem perwakilan bikameral. Hal inilah yang mengakibatkan DPD tidak memiliki kekuasaan sama sekali dalam sistem ketatanegaraan saat ini yang membuat kedudukan DPD sangat lemah bahkan hanya sebagai lembaga yang hanya memberikan pertimbangan kepada DPR. Sementara itu, tidak ada cheks and balance system, dalam lembaga perwakilan rakyat. DPR memiliki kekuasaan legislatif yang penuh, sementara DPD  tidak memiliki hak yang penuh untuk mengusulkan bahkan dalam mengajukan RUU. Dalam prespektif itulah DPD hanyalah sebagai pelengkap derita dan aksessoris demokrasi dalam konteks lembaga legislatif. Kepincangan ini merupakan konstruksi politik yang sudah tertera secara yuridis dalam konstitusi kita. Jadi bagaimanakah demokrasi dalam badan legislatif akan dilaksanakan tanapa cheks and balance ? demokrasi yang pincang merupakan kosekuensi dari seting yang demikian hal ini menunjukan political will yang setengah hati dalam pembangunan demokrasi di Indonesia. Hal ini, oleh Ginandjar kartasasmita untuk membangun peran DPD yang seyogyanya itu, haruslah mengamandemen Pasal 22D UUD 1945 yakni dalam hal penegasan mengenai sistim dua kamar (bikameral)  dan parlamen guna memperjelas posisi daerah dalam struktur ketatanegaraan. Dalam hal ini adalah kritik keras atas deviasi struktur bikameral kita yang dianggap lemah (weak bicameralism).

Akta Perdamaian Unpatti

Tonggak Sejarah Kepemimpinan Unpatti Yang Baru

Penandatanganan akta perdamaian dalam rapat senat Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon mengakhiri kekisruhan di lembaga perguruan tinggi ternama di Maluku. Dihadapan perwakilan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional (Kemendikbudnas) semua pihak berkomitmen menghentikan segala polemik.
Dibalik tercapainya akta perdamaian tersebut, Sosok yang turut berperan aktif dalam upaya meredamkan polemik dan menciptakan suasana harmonis diantar semua pihak.
Saat ditanya, Ketua komisi pemilihan rektor (KPCR) Unpatti, Prof.Dr. Aholiab Watloly,M.Hum mengatakan, tercapainya akta perdamaian merupakan alhasil dari pergumulan keras dan berat semua pihak yang bermuara pada keheningan hati. ”Kesepakatan ini terlahir dari sebuah proses yang keras dan berat namun berakhir  damai,” ujarnya.
Menurut Watloly, dalam rapat senat Unpatti yang digelar Jumat pekan kemarin, tersirat suatu kondisi dimana terjalin hubungan yang mendalam antara sesama anggota senat sehingga dalam prosesnya tercapai kesepakatan damai  dan sangat posiif  bagi civitas akademika Unpatti.
Kesepakatan yang tercapai tentu meletakan tonggak sejarah bagi kepemimpinan baru Unpatti kedepan. Unpatti harus dibangun dengan jiwa kekeluargaan, keterbukaan,  kejujuran dan jiwa keikhalasan untuk saling memaafkan.
Akta perdamaian yang telah disepakati meratakan jalan hati dan pikiran bersama untuk memenangkan  Unpatti sebagai  pusat peradaban dan pusat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta menjadi pusat kebanggan dan pusat kebaikan (centre of exelence).
Tercapainya kesepakatan itu, kata Watloly, akan menguji berbagai argument yang selama ini ada, apakah semua  demi kepentingan Unpatti atau sebaliknya, hanya demi kepentingan individual. Akta perdamaian itu  akan melestarikan perdamaian di bumi Hotumesse. (G05)

APMPM SBB Desak Gubenur Maluku

Buntut Gagalnya Proyek Jalan Pelita Jaya-Taniwel

Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Pemerhati Masyarakat Seram Bagian Barat (APMPM-SBB) menuding pernyataan pembelaan Kepala Seksi (Kasie) Pengembangan Prasarana Jalan Dinas PU Maluku, Mirta Pontoh pada salah satu media lokal beberapa waktu lalu salah sasaran. Demikian diungkapkan, Koordinator APMPM-SBB, Ferry Kasale di Ambon beberapa waktu lalu.
Kasale katakan, pernyataan Pontoh tidak sesuai  kecaman pihaknya atas pengerjaan sejumlah proyek ruas jalan di Kabupaten SBB. Ruas jalan Pelita Jaya- Taniwel yang dimakud pihaknya tidak melewati ruas jalan simpang Waipia-Saleman seperti yang dikatakan Pontoh.
 ”Kami tidak menerima jika persoalan pengerjaan jalan  Pelita Jaya - Taniwel yang kami maksudkan mengalami kerusakan pada berbagai titik dialamatkan pada ruas jalan simpang Waipia-Saleman dan ini harus di klarifikasi pontoh,” kesalnya.
Ditegaskan, benar tidak persoalan rusaknya  jalan Pelita Jaya-Taniwel yang dipersoalkan di media beberapa waktu lalu, terkait  kualitas pengerjaan jalan   bukan  pernyataan yang tidak beralasan dan memiliki bukti. “Kami punya bukti dan fakta jalan itu dibangun tidak berkualitas, kami telah lintasi tiap jalan tersebut, bagaimana kami tidak punya bukti? tanya Kasale.
Pernyataan Pontoh, kerusakan jalan   akibat bencana alam sehingga mengalami patahan pada tiga titik jalan Pelita Jaya-Taniwel, dapat dikatakan benar, tetapi  tidak semua kerusakan diakibatkan oleh patahan karena pengerjaan  tidak maksimal bahkan  tidak berkualitas.
Aktivis muda SBB itu menegaskan, faktanya drainase dan saluran yang dibangun  terkesan asal-asalan sehingga  saat musim hujan, terjadi pengkikisan badan jalan dan kondisi jalan rawan banjir.
Parahnya lagi, pengerjaan drainase pada ruas jalan tersebut  setelah  jalan telah rampung dikerjakan. Bukannya, dalam proses pengerjaan segala kemungkinan  seharusnya diantisipasi, sehingga ketika pengerjaan mengalami kerusakan baru berandai-andai dengan dalil yang tak berdasar.
Menurutnya, apa yang diperjuangkan  pihaknya sesuai temuan bahwa benar penggunaan untuk pengerjaan jalan Pelita Jaya-Taniwel, senilai Rp 73 miliar dengan estimasi 80 persen dibiayai  bantuan Bank Dunia dan 15 persen  melalui  APBD  Maluku. Proyek ini dikerjakan  PT. Nidya Karya dan PT. Akas, dengan ruas jalan mencapai 50 kilometer.
Aktivis GMKI Cabang Ambon itu mengingatkan,  apabila masalahnya tidak segera ditangani Dinas PU Maluku, pihaknya akan mendatangi Gubernur Maluku dan DPRD Maluku untuk  menyerahkan bukti yang dimiliki.  (G05)

Hendrik Hattu Islah

Demi Unpatti Yang Lebih Baik

Terkait berakhirnya polemik yang terjadi di Universitas Pattimura Ambon beberapa waktu lalu soal penundaan pelantikan Prof.DR.TH Pentury,MSi sebagai Rektor terpilih, Pembantu Rektor II Unpatti Dr.Hendrik Hattu SH, MH  menegaskan, proses hukum yang dilakukannya tak lain guna memberikan pembelajaran yang baik atas penegakan aturan yang berlaku.
Dikemukakan, pada proses pemilihan Rektor Unpatti yang lalu, sebagai orang yang membidangi hukum menyatakan telah terjadi pelanggaran atas peraturan yang berlaku oleh pihak Rektor Universitas selaku Ketua Senat dan KPCR Unpatti selaku lembaga penyelenggara pemilihan rektor.
Alasannya, substansi pelanggaran yang dimaksudnya yaitu perbedaan persepsi terkait proses pemilihan dan aklamasi. Kata Hattu, proses pemilihan artinya semua calon yang mendaftarkan diri harus dipersandingkan dan dipilih. Sebaliknya, proses aklamasi adalah proses penunjukan.
Ditegaskan, sesuai peraturan senat nomor 2 tahun 2011 menunjukan proses pemilihan Rektor Unpatti adalah proses pemilihan bukan proses aklamasi. Lanjutnya, gugatan yang dilayangkan bukan alasan karena dirinya tidak terpilih namun karena dirinya selaku  orang yang membidangi hukum perlu meluruskan aturan tersebut.
Kesalahan kedua  yang dilakukan KPCR dan senat menurutnya, ketika proses penjaringan calon rektor di FKIP Unpatti telah ditutup, namun calon lain dapat seenaknya diizinkan mengikuti proses pemilihan.
”Itu kan proses penjaringan FKIP telah ditutup, koh Pak Leiwakabessy masuk di tengah jalan tanpa disertai persyaratan yang ditentukan sewaktu penjaringan dan mengikuti pemilihan,” sesalnya seraya menanyakan apakah proses hukum yang ditempuhnya adalah sebuah kesalahan. (G05)

Pemkot Ambon Kaji Judi Togel

Perjudian Toto Gelap (Togel) kian marak di tengah masyarakat kota Ambon. Penjualan kupon togel dan kertas kode dijajakan di tengah jalan bagaikan barang jualan biasa tanpa rasa takut dan peduli. Kondisi ini terjadi setiap hari  di kawasan PGRI dan  menjadi tontonan warga kota. Tanpa malu ataupun takut si penjual berupaya menawarkan kupon kepada warga yang melintasi beberapa kawasan di Kota Ambon. Padahal, penjualan tersebut tergolong tindakan kriminal dan diharamkan agama.
Bak jamur di musim hujan, kondisi itu tak dapat dikendalikan  di tengah kesibukan warga kota setiap hari.  Masyarakat, pegawai negeri sipil dan swasta maupun pengusaha turut menikmati perjudian itu. Bahkan disinyalir aparat penegak hukum pun ikut-ikutan mengadu keberuntungan lewat perjudian togel.
Di saat lagi marak diperbicangkan di tengah masyarakat, santer beredar bahwa pemerintah Kota (pemkot) Ambon bakal melegalkan perjudian togel  karena dari sisi ekonomi,  membantu  penghasilan masyarakat disamping dapat dikelolah sebagai salah satu sumber penerimaan daerah.
Walikota Ambon Richard Louhenapessy kepada wartawan di Balai Kota beberapa waktu lalu katakan, proses perjudian togel sementara diobservasi  pihaknya. ”Saya dan tim lagi mencoba mengobservasi fenomena togel itu,” katanya.
Louhenapessy mengakui, menjamurnya perjudian togel ditengah masyarakat kota Ambon seharusnya menjadi tanggungjawab pihak kepolisian karena prosesnya tergolong perjudian murni.
Dari sisi kompetensi, tanggungjawab melihat fenomena sosial itu berada di tangan kepolisian karena tergolong dalam tindak pidana. Ditinjau dari sisi hukum,  tindak pidana  terbagi atas tindak pidana pengaduan dan tindak pidana umum.
”Secara aturan, perjudian tergolong dalam tindak pidana umum sehingga tanpa harus melalui laporan masyarakatpun kepolisian harus mengambil tindakan,” ujarnya. (G05)

Pantai Ngurbloat dan Ngurtafur

Siapa yang Tak Bermimpi Bisa ke Sana?

Pantai Ngurbloat yang terletak di Desa Ngilngof di bagian barat Pulau Kei Kecil dan berjarak sekitar 20 kilometer dari Tual, ibukota Kabupaten Maluku Tenggara. Daerah Pantai Ngurbloat dapat dicapai dengan menggunakan mobil sewaan ataupun angkutan umum yang berpangkalan di Pasar Ohoijang, Langgur. Perjalanan dari Tual ke Pantai Ngurbloat ditempuh sekitar satu jam. Tanah di daerah Pulau Kei Kecil yang berupa batu karang menyebabkan hanya tanaman jenis tertentu yang dapat tumbuh disana. Jarang sekali ditemukan pohon-pohon besar dan rimbun. Untuk ke Maluku Tenggara sendiri, wisatawan dapat menggunakan pesawat ataupun kapal laut dari Kota Ambon. Perjalanan dari Bandara Pattimura, Ambon, menuju bandara Dumatubun di Langgur ditempuh sekitar 1,5 jam dengan menggunakan pesawat berbadan kecil. Hampir setiap hari terdapat penerbangan dari Kota Ambon menuju Langgur dengan maskapai yang berbeda-beda.
Bagi yang ingin menggunakan angkutan laut, perjalanan dapat ditempuh dari Pelabuhan Yos Sudarso, Ambon, menuju Pelabuhan Tual. Perjalanan ini berlangsung sekitar 18 jam dengan menggunakan kapal penumpang milik PT Pelni. Waktu tempuh tersebut termasuk singgah sekitar dua jam di Pelabuhan Banda Naira. Namun, perjalanan laut ini biasanya hanya satu kali dalam satu minggu. Selain Pantai Ngurbloat, Maluku Tenggara, juga memiliki sejumlah obyek wisata pantai lain.
Di Pulau Dullah terdapat Pantai Difur dan Pantai Nam Indah yang dirindangi aneka pepohonan. Di Pulau Kei Kecil terdapat Pantai Ngursamadan di Desa Ohoililir, Pantai Disuk, dan Pantai Nadiun Ohoidertawun. Ciri utama dari pantai-pantai itu airnya yang amat jernih dan sekitar pantai teduh oleh rimbunnya pepohonan. Di Pulau Kei Besar juga ada Pantai Walar yang lokasinya antara Desa Ohoiwait dan Desa Ohoiel, serta Pantai Udara di Desa Tamngil Nuhuten. Ada juga Pulau Kelapa dan Taman Sos yang memiliki panorama pantai yang memesona dan batu karang indah.
Pantai Ngurbloat yang mempunyai arti “Pantai Pasir Panjang” sudah menjadi salah satu pantai yang menjadi tempat wisata utama di Maluku Tenggara. Sesuai dengan artinya, pantai pasir putih ini memanjang hingga tiga kilometer. Keistimewaan Pantai Ngurbloat adalah pasir pantainya. Selain bentangan pasir pantai yang sangat luas, warna pasir pantai Ngurbloat putih cerah dan memiliki tekstur yang sangat lembut dan halus. Kondisi itulah yang membedakan Ngurbloat dengan pantai lainnya. Dalam kondisi mendung pun, pasir pantai tetap terlihat berkilau dan cukup menyilaukan mata. Kelembutan pasir yang ada di Pantai Ngurbloat konon diyakini masyarakat hanya dapat ditandingi oleh kelembutan tepung.
Saat memasuki areal pantai yang hanya berjarak sekitar 100 meter dari jalan raya Desa Ngilngof, para wisatawan akan disambut oleh lambaian pohon kelapa yang menjulang tinggi. Namun, hati-hati saat menapaki jalan pantai, terutama bila musim hujan. Jalan masuk menuju pantai yang terbuat dari batu karang sangat licin. Hamparan luas pasir putih di Ngurbloat itu sangat menyenangkan bagi mereka yang senang berjalan-jalan dan bermain di pinggir pantai. Bagi yang hobi berolahraga, Ngurbloat cocok untuk tempat bermain voli pantai, sepak bola, atau lari pagi.
Pengunjung yang berolahraga tidak perlu kuatir akan berdesak-desakan dengan wisatawan lainnya. Bagi wisatawan yang membawa anak balita, jangan lupa membawa peralatan untuk bermain pasir. Butiran pasir pantai yang halus menjadikan kulit terasa nyaman saat bersentuhan dengannya.
Di kawasan pantai itu wisatawan juga bisa berenang. Lokasinya cukup aman dan luas karena Pantai Ngurbloat sangat landai. Pulau-kecil yang terletak berhadapan dengan pantai itu membuat ombak laut di pantai tersebut tidak terlalu besar dan arusnya pun tidak terlalu kuat. (*)

Solsolay Bantah

Soal Penggunaan Biaya Perawatan Mobil Dinas

Isu miring yang santer dibicarakan dilingkup Pemerintah Kota Ambon najwa hasil penjualan dua unit mobil rongsokan milik dinas kebersihan dan pertamanan kota Ambon diduga masuk ke kantong pribadi Kepala Bagian (Kabag) Umum Pemkot Ambon Donald Solsolay, SE, secara tegas dibantahnya. 
Kepada Global siang kemarin Solsolay menjelaskan, bantuan mobil kebersihan memang berasal dari pemerintah kota Vlissengen Belanda hanya dalam perjalanannya mobil tersebut mengalami kerusakan parah  tak bisa diperbaiki lagi. ”Mobil itu sudah rusak tak bisa diperbaiki bahkan untuk mencoba menggerakan mobilnya pun tak bergerak,” kata Solsolay  di Balai Kota Ambon beberapa waktu lalu.
Dijelaskan, kebijakan menjual mobil itu karena tidak bisa diangkut  memakai alat sehingga harus dipotong mobilnya baru dapat diangakat keluar,  apalagi salah satu unit terdapat dihalaman depan kediaman Walikota Ambon di Karang Panjang yang mengganggu pemandangan.
Secara pribadi lanjutnya, dalam melaksanakan  tugas sebagai kepala bagian umum Solsolay perintahkan  rongsokan mobil  dipotong-potong dan dari potongan mobil rongsokan itu dia kemudian berinisitif menjualnya kepada pengusaha besi tua. Sayangnya, belum diproses hasil penjualannya.
Tudingan terhadap dirinya menggunakan uang penjualan mobil  muncul di media. Dia menyayangkan pemberitaan tersebut. Pasalnya uang hasil penjualan sedang diproses ke kas keuangan pemkot. ”Saya kaget, koh uangnya belum ada sudah ada pemberitaan bahwa uang hasil penjulan telah saya gunakan,” kesalnya..
Dia mengingatkan, tudingan semacam itu harus memiliki fakta yang kuat, bahkan untuk memastikan kebenaran, yang bersangkutan  memberikan petunjuk mengecek kebenaran terkait layak tidaknya  mobil rongsokan di Dinas Kebersihan dan Dinas Perhubungan Kota Ambon.
Solsolay menyebutkan, pihaknya memindahkan mobil itu sesuai  instruksi Walikota Richard Louhenapessy. Padahal mobil itu tidak  dapat digerakan dan diangkat karena telah tumbuh pohon dan rerumputan. “Saya tidak mungkin menjual mobil yang masih dapat digunakan, silahkan tanyakan kepada petugas kebersihan dan perhubungan,” katanya.
Informasi yang dihimpun GLOBAL, dua unit mobil rongsokan yang dijual  Bagian Umum Pemkot berada didua lokasi yaitu desa Lateri milik lahan orang dan satunya lagi terdapat di halaman depan kediaman Walikota  Ambon. (G05)

Pemprov Diminta Kembangkan Tanaman Pala di Malteng

Salimin: Jadikan Komoditas Unggulan Daerah

Cukup banyak lahan yang tidak diolah lagi oleh masyarakat di kabupaten Maluku Tengah perlu direhabilitasi. Masyarakat di jazirah Leihitu, Lease, Amahai, Tehoru, Seram Utara diharapkan lebih proaktif mengolah lahan miliknya dengan berbagai jenis tanaman produktif yang cukup ekonomi termasuk tanaman pala.
Sekretaris Komisi “B” DPRD Maluku Hi.La Ode Salimin SPd saat kunjungan dalam rangka reses ke sejumlah kecamatan di Malteng dan berdialog bersama masyarakat setempat, ternyata antusias mereka terhadap tanaman pala  sangat luar biasa. “Hampir semua desa  mengajukan proposal untuk mengembangkan tanaman pala terutama di jazirah Leihitu, Saparua, Amahai, Tehoru”, jelas Salimin di Ambon beberapa waktu lalu.
Memang berbagai program telah terakomodir dalam APBD tahun 2012, makanya aspirasi masyarakat melalui proposal itu telah disampaikan ke pemprov Maluku agar dapat difasilitasi tahun depan. Alasan pengembangan jenis tanaman pala, karena memiliki nilai historis di Maluku, masyarakat Maluku bukan hari ini baru mengenal tanaman pala, tetapi sejak dahulu kala.
Politisi Hanura itu mengatakan, dunia internasional mengenal Maluku karena hasil rempah rempahnya termasuk pala.  Tanaman pala memiliki nilai ekonomis cukup tinggi, daun sampai dengan akar seluruhnya bermanfaat bagi kehidupan manusia.  Masyarakat Maluku tidak asing dengan tanaman pala, mereka dipedesaan tidak butuh pendidikan khusus tentang cara bercocok tanam pala.
Pala ditanam dimana saja, pasti tumbuh dan berbuah karena kondisi alam Maluku sangat bersahabat untuk tanaman yang satu ini. Pala dapat dijadikan sebagai jenis tanaman penghijauan (konservasi).   Apabila lahan sudah tidak diolah perlu direhabilitasi, bisa memanfaatkan tanaman pala.
Salimin mengakui, dalam perhitungan ekonomis, harga biji pala di pasaran saat ini mencapai Rp.100 ribu lebih perkilo sedangkan bunga pala sekitar Rp.200 ribu perkilo. Tanaman pala usia 5 tahun sudah bisa berproduksi, apalagi memasuki usianya ke enam atau ke tujuh produksi pala pasti semakin meningkat.
Apabila pemprov Maluku serius mengembangkannya, melibatkan petani pala di desa desa di Malteng, dipastikan lima hingga sepuluh tahun ke depan, kejayaan pala sebagai salah satu produk unggulan daerah pasti  kembali berjaya.
Karena memiliki prospek ekonomis yang sangat menjanjikan bagi masyarakat, Salimin harapkan, pemprov Maluku mengembangkannya sebagai program utama, termasuk rehabilitasi tanaman pala yang termakan usia diberbagai wilayah, dalam rangka meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
Program pengembangan tanaman pala ke depan, diharapkan menjadi prioritas utama untuk dikembangkan diberbagai wilayah, melalui gerakan penanaman pala melibatkan masyarakat di Maluku.
Kalau dalam tiga tahun ke depan satu juta anakan pala ditanam di Maluku Tengah, justru masih kecil karena lahan untuk itu cukup luas. Belum termasuk kabupaten SBB, SBT, pulau Ambon serta Maluku Tenggara, makanya harus diikuti keseriusan pemprov Maluku mengembangkannya, sebagai komoditas unggulan daerah. (G02)

Kembali Sekda Maluku Diprotes Dewan

Soal Perubahan Sepihak Pada KUA PPAS APBD Maluku 2012

“Kepada Sekda Maluku, sepakat kalau bisa selesai malam ini  kenapa tidak, yang penting jangan sampai kita putusan lain, Ibu buat lain lagi,”
JAFET DAMAMAIN - FRAKSI PDI PERJUANGAN

Pemerintah Provinsi Maluku mendapat kritik tegas dari sejumlah anggota DPRD Maluku pada paripurna LPJ Gubernur Maluku tahun 2010, yang sekaligus merupakan merupakan evaluasi dewan terhadap kinerja pemerintah provinsi melibatkan seluruh SKPD. Kritik tegas dewan sangat beralasan, pasalnya kesepakatan yang telah disepakati oleh Badan Anggaran (Banggar) DPRD Maluku bersama Pemprov, berubah secara sepihak tanpa diketahui oleh DPRD.
Demikian disampaikan oleh Jafet Damamain, Anggota DPRD asal PDI Perjuangan yang sempat menilai perubahan sepihak dan kehadiran pimpinan SKPD belum maksimal untuk melanjutkan sidang paripurna tersebut.
“Oleh karena itu saya mau tanyakan kepada pemerintah provinsi terkait dengan kehadiran SKPD dalam forum rapat ini seperti apa. Apakah kebijakan itu hanya terfokus kepada Tim Anggaran Eksekutif atau mesti melibatkan seluruh pimpinan SKPD yang mengelolah APBD Maluku tahun 2010. Kalau itu terjadi maka, saya menilai kehadiran pimpinan SKPD belum maksimal untuk kita melanjutkan sidang ini,” tegasnya.
Selain itu, Damamain juga  tegaskan bahwa, dalam rapat koordinasi pimpinan bersama Ketua Fraksi dan Komisi telah dipercakapkan bahwa dalam rapat anggaran dengan pemerintah provinsi Maluku akan diambil keputusan terhadap sejumlah masalah. Tetapi belajar dari kenyataan terakhir, keputusan DPRD yang diwakilkan kepada Banggar, bisa diubah secara sepihak oleh pemerintah provinsi Maluku. “Karena itu, kalau belum diambil komitmen baru, sebaiknya rapat ini dibatalkan,” cetusnya dengan nada emosi.
Kekesalan Damamain sangat beralasan. Menurutnya, apa artinya pengambilan keputusan bersama, kemudian pemerintah provinsi bisa melakukan perubahan terhadap keputusan itu secara sepihak. Mungkin belum menjadi jelas bagi pemprov Maluku, tetapi dalam pembahas dan RKA dengan komisi komisi, Dewan menemukan bahwa angka-angka yang ditetapkan pada KUA PPAS APBD Maluku tidak semuanya dipatuhi pemprov Maluku.
“Oleh karena itu, dalam rapat koordinasi, pimpinan komisi dan fraksi sepakat bahwa, sebelum kembali kepada keputusan bersama, sebaiknya jangan dulu melanjutkan rapat,” pintanya.
Hal itu diharapkan menjadi pelajaran bersama bagi dewan dan eksekutif, bahwa menurut ketentuan perundang undangan, forum terakhir dalam rangka pengambilan keputusan adalah paripurna DPRD. Damamain usulkan, rapat diskors, menunggu kehadiran seluruh pimpinan SKPD dan didalam skors nanti, Tim Inti Anggaran Pemprov kembali melakukan rapat koordinasi bersama Tim Inti Anggaran DPRD, menyikapi persoalan, mengapa keputusan bersama dirubah secara sepihak. Bagaimana sikap kita terhadap perubahan itu, baru rapat dilanjutkan.
“Kepada Sekda Maluku, sepakat kalau bisa selesai malam ini (kemarin malam) kenapa tidak, yang penting jangan sampai kita putusan lain, Ibu buat lain lagi,” sindir Damamain.
Damamain tidak tahu persoalannya dimana, tetapi pada rapat terakhir Banggar DPRD, pimpinan dewan telah diingatkan, yang dibutuhkan jawaban supaya mempercepat proses pembahasan adalah butir demi butir sesuai hasil temuan BPK. Tanggapan pemprov terhadap temuan itu seperti apa dan kedepannya maunya bagaimana, karena yang dibuat bersifat umum dan sporadis. Kalau praktek semacam itu tidak segera diperbaiki, dipastikan anggota Banggar akan masuk satu-satu dan pasti sangat menyita waktu.
Sebagai contoh, buku III tidak ada tanggapan sama sekali. Pembayaran honor kepada Muspida yang kemudian dirubah menjadi forum, tidak sesuai aturan. Apa tanggapannya, ke depan masih dipertahankan atau seperti apa. Setelah itu pemanfaatan belanja tak terduga semuanya di buku III.
KERMITE: KITA MALU DONG?
Sementara itu anggota Banggar Evert H.Kermite mengatakan, tata cara pembahasan operasional APBD kalau diartikan secara saksama, tentu sangatlah tepat apa yang dipersoalkan oleh Pa Jafet Damamain.
Harus dipahami secara benar, karena hal ini sangat penting karena pemprov bersama DPRD menghadapi persoalan sangat serius menyangkut laporan hasil audit BPK,” jelasnya.
Kermite menilai Pembahasan tersebut tidak bisa dituntaskan dalam waktu sehari, apabila eksekutif tidak bisa memberikan penjelasan yang baik. “Tekad kita, tahun depan jangan sampai Maluku terulang kasus semacam ini, harus menemukan berbagai hal yang fundamental dan elementer tentang masalah ini,” ingatnya.
Pembahasan LPJ kali ini diharapkan dapat mengarahkan dewan dan eksekutif ke depan, sehingga Maluku tidak lagi dinilai seperti ini. “Terus terang kita malu dong,sebagai penyelenggara pemerintahan di daerah,” pungkasnya. (G02)

Rp165 Miliar untuk Bangun Jembatan Teluk Ambon

Pattiasina : Anggarannya Multiyear Melalui APBN Murni

Kementerian Pekerjaan Umum (PU) melalui APBN 2012 mengalokasikan Rp165 miliar untuk pembangunan lanjutan Jembatan Merah Putih (JMP) melintasi Teluk Dalam Ambon.
"Dana itu untuk lanjutan pembangunan jembatan pendekat di Poka, kecamatan Teluk Ambon dan Galala, kecamatan Sirimau senilai Rp115 miliar, sedangkan Rp50 miliar lainnya membangun bentangan tengah," kata kata Kepala Balai Jalan Nasional IX Maluku dan Maluku Utara, Jefry Pattiasina, di Ambon, Senin (30/1) lalu.
JMP yang peletakkan batu pertamanya oleh Menteri PU Djoko Kirmanto pada 19 Agustus 2011 diperkirakan hingga rampung pembangunannya menyerap dana Rp750 miliar.
Kementerian PU pada APBN 2011 mengalokasikan Rp150 miliar untuk pembangunan jembatan pendekat di Poka dan Galala. Jembatan pendekat di Poka siap dicor, sedangkan di Galala dijadwalkan pembangunannya pada pekan ini.
"Jadi tidak ada masalah lagi soal pendanaan karena Kementerian PU telah menandatangani kontrak anggarannya multiyear melalui APBN murni," ujar Pattiasina.
Sesuai perencanaan panjang bentangan jembatan itu yakni 1.020 meter dan tinggi 35 meter, didesain menggunakan pengaman cable stayed dan dibagi tiga bagian yakni bentangan sepanjang 300 meter di bagian tengah Teluk Ambon, serta sisi Selatan dan Utara masing-masing 360 meter. Jarak antara setiap pilar penyangga yakni 150 meter, lebar jembatan 22,7 meter, dilengkapi trotoar dengan lebar 80 centimeter.
Pembangunan fasilitas tersebut bertujuan mengurangi kemacetan di Kota Ambon, sekaligus dijadikan salah satu objek wisata serta berfungsi sebagai jembatan penghubung antara pusat Kota Ambon dengan kawasan potensial pengembangan di Poka hingga ke Bandara Internasional Pattimura Ambon di Desa Laha.
Manfaat pembangunan jembatan ini guna menunjang pengembangan fungsi kawasan di Teluk Ambon, sesuai Tata Ruang Kota Ambon yang telah menetapkan Desa Poka-Rumahtiga dan Wayame sebagai kawasan pendidikan serta Durian Patah - Telaga Kodok sebagai kawasan pemukiman dan penyangga.
Selain itu, menunjang sistem jaringan jalan yang telah ada khususnya pada Jazirah Leihitu, serta mempersingkat jarak dan waktu tempuh kendaraan dari dan ke Bandara Internasional Pattimura Ambon, di Desa Laha sebagai pintu masuk-keluar utama provinsi lainnya.
Pengoperasiannya memperpendek jarak tempuh 24 KM dari desa Galala ke bandara internasional Pattimura di desa Laha dengan tenggat waktu 45 menit. Jarak Ambon-Laha adalah 36 KM.
Pembangunan jembatan Merah-Putih ini akan berdampak bagi pengembangan kawasan Kecamatan Teluk Ambon, meningkatkan aktivitas sosial ekonomi dan pariwisata, tetapi tetap mempertahankan dan mengembangkan mata pencaharian masyarakat sekitar yang berprofesi sebagai pengayuh perahu. (web)

GLOBAL NEWS

Kumpulan Berita yang Layak Dibaca

Total Pageviews

DAL Printing

DAL Printing

Dean Almendo

Dean Almendo

Links

Pages

Featured Post 5

Comments

Featured Post 7

Featured Post 6

Featured Post 8

Sponsors

Sport Video

Poll

Notice

Text

Resource