“Ibarat orang lain yang makan buah, orang lain yang kena
getahnya”, mungkin
peribahasa ini tepat ditujukan kepada Direktur CV Kairos yang perusahannya
digunakan oleh Hengky, Pengusaha yang dipercayakan untuk mengerjakan proyek
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) tahun 2011 di Dinas Energi dan Sumber
Daya Mineral (ESDM).
Pasalnya 100 unit PLTS
yang dialokasikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi
Maluku Tahun 2011 lalu senilai hampir Rp 1 milyar ini, hancur berantakan dan
disinyalir merugikan keuangan Negara. Bahkan, diduga kuat seluruh barang dan
alat yang dibeli bukan dari pabrik yang sesuai dengan spesifikasi lolos mutu
dan uji.
Kini proyek PLTS itu
mendapat kecaman dari aktivis dan komponen masyarakat SBT karena dinilai sangat
merugikan masyarakat disana. Apalagi proyek yang dibiayai dari uang rakyat ini
seharusnya memberikan efek positif bagi warga, bukan sebaliknya digunakan untuk
memperkaya diri para pelaksana proyek dan kontraktor.
Alhasil, Direktur CV
Kairos yang tidak tahu apa-apa bakal berurusan dengan aparat penegak hukum,
karena dimata hukum, CV Kairos adalah pemenang pengadaan dan pemasangan 100
unit PLTS bagi masyarakat di Desa Gunung Bati SBT. Sementara Hengky yang
meminjam perusahan CV Kairos hanya berpangku tangan. Dokumen-dokumen kontrak
yang ada di Panitia Tender adalah bukti nyata, CV Kairos harus bertanggung
jawab.
KETERLIBATRAN PPK
Selain keterlibatan
Hengky dan CV Kairos, orang yang juga paling bertanggung jawab atas hancurnya
proyek PLTS di SBT ini adalah Penjabat Pembuat Komitmen (PPK), dimana pada Peraturan Presiden
(Pepres) Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah juga Pasal
3 ayat 7 disebutkan, Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut PPK
adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
Pada Pasal 3 ayat 22
juga dengan tegas diulas bahwa Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya
disebut Kontrak adalah perjanjian tertulis antara PPK dengan Penyedia
Barang/Jasa atau pelaksana Swakelola. Untuk itu, PPK Proyek PLTS ini yang
belakangan diketahui bernama Mohktar Bakri itu adalah orang yang paling
bertanggung jawab atas pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dan kontrak tertulis
yang dimenangkan oleh CV Kairos.
TENDER KONG-KALIKONG
Sebelumnya diulas
bahwa, berawal Ketua Panitia tender PLTS umumkan pelelangan di media online, kemudian
langsung berangkat ke Tual tanpa menyiapkan proses pendaftaran di Kantor ESDM
Maluku. Melihat pengumuman dibuka, salah satu pengusaha sempat ribut karena
tidak ada kesibukan panitia di Dinas ESDM Maluku ketika hendak mengecek
informasi pelelangan
Juga
diketahui Dokumen penawaran yang dikerjakan oleh panitia ternyata salah,
kemudian dokumen dikerjakan ulang. Anehnya, sesuai dengan PEPPRES Nomor 54 Tahun
2010 jika terjadi perubahan, maka harus dilakukan adendum. Karena panitia yang
ada tidak mengetahui aturan yang ada dan menganggap biasa-biasa saja, barulah
pada saat pengumuman pemenang, panitia harus bersusah payah mencari para
pengusaha-pengusaha yang ikut pelelangan untuk meminta ditandatangani dokumen.
Bahkan diduga penandatangan berita acara adendum disertai dengan pemberian uang
dari Panitia kepada para pengusaha karena sudah menyalahi aturan.
Yang
menarik, pengusaha yang diduga bernama Hengky ternyata masih kawan dekat Kadis
ESDM Maluku, Ir. Bram Tomasoa. Kedekatan itulah yang diduga mengatur Hengky sebagai
pemenang tender. Lantas Hengky meminjan CV. Kairos sebagai kendaraan untuk
mengerjakan proyekitu.
Kemenangan
Hengky sudah diseting rapi agar tidak menimbulkan masalah. Ini terbukti dengan
upaya pengamanan sejumlah perusahan yang ikut proses tender dengan ketentuan
jika nantinya Hengky ditetapkan Panitia sebagai pemenang, maka
perusahan-perusahan tersebut tidak melakukan sanggah.
Karena
proses tender yang kong-kalikong,
ditambah dengan pengetahuan Panitia Tender dan kontraktor pemenang yang tidak
professional di bidangnya, maka proses pemasangan PLTS di Lokasi tepatnya di
Gunung Bati SBT hancur-hancuran. Kotak peralatan yang seharusnya dipasang untuk
sebagai tempat menyimpan aki dan lainnya tidak dapat terpasang, karena
ukurannya tidak sesuai dengan aki yang dipasang di kotak itu.
Diduga,
sejumlah barang yang dibeli untuk proyek PLTS ini tidak sesuai spec dan bukan
pada pabrik yang telah lulus uji mutu. Karena jika sesuai maka tidak mungkin
kotak tersebut tidak bisa memuat alat lain di dalamnya. Alhasil, semua kotak
kurang lebih 500-an tidak terpasang dan dibiarkan begitu saja. Jelas kualitas
PLTS yang dihasilkan sangat jauh dari yang diharapkan.
Kini
dua bulan setelah pemasangan, warga sudah mengkomplain karena PLTS bantuan
Pemerintah Provinsi Maluku itu rusak dan tidak berfungsi lagi. Bahkan ada
sejumlah mur yang tidak terpasang beberapa alat. Apalagi kotak peralatan yang
tidak terpasang jelas sangat berpengaruh pada kualitas PLTS itu.
Salah
satu jaksa di lingkup Kejaksaan Tinggi Maluku kepada Global mengatakan, proyek
yang diduga bermasalah ini dalam waktu dekat akan ditindaklanjuti oleh lembaga
Adhyaksa. Pasalnya pemberitaan media serta keluahan warga sudah terungkap dan
ada indikasi kerugian Negara. Untuk itu, siapa-siapa saja yang bertanggung
jawab dan bakal diseret, akan terungkap setelah Kejati turun tangan, jelas
sumber yang enggan namanya dikorankan itu. (G04)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar